Senin, 05 September 2011

Disandera Si “Toge Pasar”


Polisi jadi urusan polisi, inilah kelakuan Bripka Wastro, 25, dari Tangerang (Banten). Kenapa begitu? Ya karena dia ingkar dari tanggungjawab, setelah kenyang sekian lama ngeloni Dian, 20, kekasihnya. Setiap disuruh menikahi, Wastro selalu muter-muter mencari alasan. Takut oknum polisi ini ngacir di hari perkawinan, terpaksalah keluarga Dian menyandera dulu pakaian seragamnya.
Untuk pemuda masa kini, agaknya aurat lebih penting daripada surat. Maksudnya, pernikahan di depan KUA itu nomer dua, karena yang nomer satu bisa “kawin”-nya dulu. Alasannya, mereka mengacu pada petunjuk Yayasan Lembaga Konsumen. Pesan agar “teliti sebelum membeli” mereka terjemahhkan: goyang dulu sebelum dinikahi. “Kalau cocok lanjut, kalau tidak ya sayonara….,” begitu prinsip gendeng mereka.
Termasuk dalam kriteria ini adalah Wastro, warga Jatiuwung, Tangerang ini. Kenal kali pertama dengan Dian sejak tahun 2003 dulu, targetunya masuk sarung sebelum janur melengkung. Maklum, gerak gerik dan tingkah polah gadis dari Kelurahan Kenanga, Cipondoh, ini memang selalu menuntunnya ke urusan ranjang melulu. Orang bilang, Dian ini termasuk gadis toge pasar, alias: toket gede, pantat besar!
Riwayat perkenalan Wastro – Dian diawali tahun 2003 lalu. Kala itu si cowok masih belum punya pekerjaan apa-apa, kalau tak mau disebut pengangguran. Tapi meski belum punya pegangan hidup, yang namanya pacaran kan tidak dilarang undang-undang. Maka meski dirinya masih dalam pengawasan Menaker, dia pede saja mendekati Dian yang cantik, yang putih bersih dan betisnya mbunting padi itu.
Idola Wastro sejak dulu memang cewek-cewek yang putih bersih itu. Kebetulan sosok Dian mirip dengan ibu-ibu tetangganya di Jatiuwung sana. Ya putihnya ya cantiknya. Kalau saja si tetangga itu masih muda, sepantar, dan belum punya suami, whoooo…. Wastro sudah jauh-jauh hari menyosornya. “Untung ada Dian…., “ kata Wastro setiap menatap si wajah ayu Dian.
Intuisi Dian tajam juga. Sekian minggu mengenal Wastro, dia segera menangkap aspirasi arus bawah sang perjaka. Kebetulan sekali dia memang juga tertarik pada pemuda itu sejak pertama kali jumpa. Maka gayung pun bersambut. Dengan kata lain, Dian siap menerima cinta Wastro dengan tulus, meski lelaki tersebut kala itu masih menganggur.
Dian memang belum tahu siapa Wastro dan sampai di mana isi jerohannya. Bila dia mencintai kekasihnya secara tulus, lain lagi dengan si Wastro. Dia tertarik pada Dian juga karena “toge pasar”-nya itu tadi. Pemuda itu ingin segera menikmati, meski itu belum jadi hak dan miliknya. “Pukul dulu, administrasi belakangan….,” begitu kata setan mengompori Wastro.
Orang kalau sudah kesetanan ya seperti Wastro ini. Demi sang “toge pasar”, dia berani menerjang segala aturan dan larangan. Sebulan kenal Dian dia sudah merayu-rayu mengajak hubungan intim bak suami istri. Kata Wastro, setelah “yuk kita kawin-kawinan” segera menikah. Ah, betapa idealnya; istri bernama Dian, suami bernama Wastro, dan bapak mertunya juga bernama Wardoyo. Jadi: Dian Wastrowardoyo. Klop!
Luluh juga hati Dian setiap saat disosor Wastro. Maka demi cintanya yang sejati, demi membahagiakan kekasihnya, gadis Cipondoh itu akhirnya bertekuk lutut dan berbuka paha untuk Wastro. Dan sejak itulah, menu “toge pasar” hampir menjadi menu sehari-hari si Wastro. Kapan saja dia suka tinggal janjian dan kemudian terserah Anda! “Kita kan sudah dian-wastro, lalu kapan wardoyo-nya nih….,” kata Dian setiap habis melayani Wastro.
Akan tetapi, hukum alam tak pernah berubah; segala sesuatu yang berhasil dikuasai takkan lagi menarik. Begitu juga dengan Wastro. Setelah berhasil menggauli si “toge pasar” kapan saja, lupalah janjinya untuk menikahi Dian. Lebih-lebih setelah menjadi polisi kini, dia mulai jarang menemui kekasihnya dengan alasan sibuk tugas kebayangkaraan.
Keluarga Dian sudah barang tentu tak mau anaknya dijadikan mainan. Kubu Wardoyo alias bapaknya Wastro diminta segera mengirim anaknya yang badung itu ke Cipondoh untuk membicarakan hari perkawinannya. Memang datang jua Bripka Wastro. Namun demikian dia masih juga berkelit. “Aku siap menikahi, tapi setelah teken di KUA kita cerai lagi lho ya. Oke…?” kata Wastro sok kuasa.
Uh…, oke-oke dengkulmu mlocot! Tapi daripada malu, syarat itu terpaksa diterima keluarga Dian, meski untuk jaga-jaga jangan lagi Wastro kabur, tiga stel pakaian Polrinya disandera dulu. Dan memang betul, hari berikutnya Wastro menikahi kekasihnya, sehingga namanya lengkaplah menjadi: Dian Wastrowardoyo, mirip artis. Tapi habis itu polisi Polsek Cipondoh langsung menangkap Wastro, untuk disidik asli atau palsu dia sebagai polisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar